Sabtu, 21 November 2009

Bahasa Melayu Dalam Cinta Terasa Gombal


Membaca, apalagi menerima sms seperti ini, “Your heart is mine… there I reign, I’m content”, rasanya dada si penerima akan bergetar, sehalus apapun itu.

Tapi mengapa ketika dibahasaindonesiakan - secara cermat apalagi jika dengan seadanya, misalnya menjadi “Hatimu adalah milikku… di sana aku bertahta, di sana aku berada”, kok malah berasa kek lirik lagu Indonesia Tanah Pusaka, lagu yang bakal muncul dengan malasnya di ujung siaran televisi.

Anehnya lagi, bahasa Inggris bahkan ga perlu “sepuitik” itu. Kalimat lugas semacam “You’re always in my heart” pun teutep aja kerasa romantisnya. Coba deh, kalo cowok Anda dengan mimik serius bilang, “Kamu selalu ada di hatiku…” Anda mungkin kaget sejenak, trus dengan penuh perhatian nanya dia, “Kamu ngga lagi demam kan, Sayang?”

Nah, lain lagi anggapan orang-orang yang – meskipun berkebangsaan dan tinggal di Indonesia, tapi - udah biasa pake bahasa Inggris. Mereka juga menganggap ekspresi cinta dalam bahasa Inggris itu terlalu biasa, dan akhirnya berasa gombal juga. (Gimana lagi kalo bahasa Indonesia ya?) Jadi? Pake bahasa Perancis dong, atau Italia sekalian, biar lebih romantis.

Jadi, bunyi sms itu mestinya, “Votre coeur est à moi… j’y règne, c’est assez” Deuh, pasti bakal ribet deh ngetiknya.

Berarti, semakin sulit dipahami, semakin layak kalimat itu mengemas rasa, semakin bagus jadi pengantar cinta. Begitukah? Itu pulakah alasan mengapa orang lantas menyusun puisi, mengabur-ngaburkan maksud hati, dalam baris kata penuh teka-teki, alih-alih dengan efisien dan lugas mengatakan, “Aku mencintaimu. Ada pertanyaan?” Padahal penggunaan kata yang efisien, tegas, dan lugas, bisa meminimalisir salah pengertian lo.

Tapi memang tampaknya kehidupan butuh teka-teki, dan tak selalu merasa perlu pada yang serba jelas, yang ringkas, yang gersang. Pantun menjadi indah karena dia dibubuhi sampiran. Deretan kata tanpa makna, hanya “sekadar” membuat rima.

Ingat adegan dalam film keren Beutiful Mind, waktu si jenius John Nash mendekati si pirang yang cantik di bar, dan dengan ekspresi tanpa dosa bilang, “Aku ngga gitu ngerti tentang kata-kata apa yang semestinya kubilang biar bisa bersetubuh denganmu. Tapi bisa nggak, anggap aja kita udah ngobrol ini-itu. Maksudku, pada intinya kita kan bakal mengarah pada pertukaran cairan kan? Jadi, bisa nggak kita langsung ngeseks aja, sekarang?”

Si pirang tersenyum manis, dan bilang perlahan, “So sweet”. Tapi sedetik kemudian, Plakkk!
“Sentuhlah hatinya maka bibirnya akan mendarat di bibirmu! Bila kamu memilih menyentuh bibirnya terlebih dahulu, maka tangan kanannya akan dengan sigap mendarat di pipimu”.

Walaupun niatmu memang untuk ngeseks – atau bertukar cairan meminjam kalimat si John Nash gilak itu - wanita tak ingin langsung “bergerak” ke sana, kecuali dia memang berprofesi merentalkan tubuh, yang pas pula sedang kejar setoran. Itu sih ikan sepat ikan gabus, bukan ikan lele. Makin cepat makin bagus, jangan bertele-tele.

Jadi, berputar-putarlah dulu. Ayam jantan aja gitu kok.

Tapi apa bener, semakin tidak dimengerti, semakin indah sebuah pernyataan cinta? Trus gimana kalo dia ngirimi Anda sms, “@#$@#! &&^%$* &*^%4## @};-k@m\/” Ga ngerti kan? Nah, berarti itu pernyataan cinta terindah dong.

Tapi intinya barangkali bukan pada medium atau metode menyampaikan perasaan cinta itu. Tapi sungguhkah ada cinta di sana? Soalnya, orang yang sedang jatuh cinta, apapun yang disentuhnya akan menjadi puisi.

Tapi (lagi), jika di sana memang ada cinta, dan hadir pula keindahan dalam cara dan media menyampaikannya, maka getar rasa itu tidak akan melanda dua pecinta itu saja, tetapi semua orang yang menyaksikan atau mendengarnya, juga yang membaca kisahnya beribu tahun sesudah mereka tiada.

Isi itu paling perlu, tapi bukan segalanya. Sebab kemasan pun kadang menentukan nilai yang dikemasnya.

Kita misalnya tak perlu tahu bagaimana membaranya api cinta yang membakar jiwa Chairil Anwar untuk Mirat. Tapi menyimak keindahan kata dalam Sajak Putih berikut, kita seakan ikut terpanaskan oleh jilatan apinya.

.

Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagimu menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita mati datang tidak membelah

Buat Miratku, Ratuku! Kubentuk dunia sendiri
Dan kuberi jiwa segala yang dikira orang mati di alam ini!
Kecuplah aku terus, kecuplah
Dan semburkanlah tenaga dan hidup dalam tubuhku

Ah, siapa bilang bahasa kita tak bisa menjadi indah. Terima kasih untuk Chairil, Amir Hamzah, dan semua pujangga yang merakit kata menjadi bangunan syair yang memesona jiwa, menggetarkan rasa.

http://nesia.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut

 

Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Lifestyle theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com